Johorejo - MENJAGA PERSATUAN BANGSA

MENJAGA PERSATUAN BANGSA

KENDAL, Selasa, 15 Februari 2022.

Seminggu terakhir jagat maya dihebohkan dengan pendapat seorang penceramah, Ustadz Khalid Basalamah bahwa wayang hukumnya haram, bahkan meminta untuk dimusnahkan.

Tak ayal, pendapat tersebut menuai protes dan tentangan dari berbagai kalangan. Dari tokoh sekelas Menko Polhukam, Prof. Muhammad Mahfud MD, Anggota DPR yang budayawan, Dedy Mulyadi dan komunitas pewayangan. Mereka rata-rata menyayangkan pendapat tersebut. Komunitas seni pewayangan menyebut kalau sekedar mengharamkan mungkin tidak masalah tetapi jika memerintahkan untuk memusnahkan sungguh menyakitkan hati. Kata-kata keras juga disampaikan Dedy Mulyadi, wayang haram kalau dimakan.

Kontroversi Khalid Basalamah berpotensi menyinggung perasaan komunitas seni wayang (dalang, sinden, waranggana), penikmat wayang dan lebih luas lagi adalah warga bangsa dari mana asal seni budaya wayang seperti Suku Jawa dan Suku Sunda.

Belum lepas dari ingatan kita, beberapa waktu lalu, Edy Mulyadi (yang menamakan dirinya Jurnalis) melontarkan ucapan yang menyulut kemarahan warga Kalimantan dan Suku Dayak yakni Kalimantan sebagai tempat Jin buang anak.

Akhir-akhir ini kita dipertontonkan para figure publc yang dengan mudah melontarkan ucapan-ucapan yang menyinggung perasaan wilayah/daerah tertentu, suku tertentu, ras tertentu bahkan agama tertentu, atau lazim disebut SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Sadarkah mereka tentang bahaya yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa karena ucapan-ucapan tersebut?

Tulisan ini tidak akan mengulik dan menganalisis terlalu dalam fenomena seperti yang saya sebutkan di atas, tetapi bagaimana kejadian ini tidak terus berulang karena akan menyebabkan keretakan sosial di tengah masyarakat kita.

Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang dibangun dengan filosofi Bhinneka Tunggal Ika, walaupun berbeda-beda tetap satu jua. Jangan karena perbedaan pandangan politik atau mungkin kebencian kepada Pemerintah yang dicaci maki saudara sebangsanya.

Penegakan hukum akan menjadi peredam sesaat, tetapi tidak menjamin kejadian-kejadisn tersebut tidak terulang. Membangun civil society yang menghargai perbedaan adalah jawaban jangka panjang tetapi juga melalui usaha yang panjang pula.

Pencerahan untuk menghargai perbedaan tersebut bisa dimulai dari dunia pendidikan, dunia pers, dunia hiburan, pergaulan sosial, kampanye berkelanjutan di seluruh komunitas sampai dengan skala yang kecil sekalipun seperti di Desa. Pemerintah Desa bisa mengambil peran untuk mengkampanyekan Bhineka Tunggal Ika sebagai kesadaran kolektif dalam berbangsa dan bernegara, tentunya agar bangsa ini selamat dari perpecahan. Semoga.

Gambar repro thecolourofindonesia.com

Sukron Adin : Mantan Penggiat Seni Gamelan


Dipost : 15 Februari 2022 | Dilihat : 3175

Share :