Johorejo - Ngeri, Jika Kita Seperti India

Ngeri, Jika Kita Seperti India

KENDAL, Minggu, (9-5-2021).

Dua Minggu terakhir kita disajikan pemberitaan tsunami COVID-19 di India. kengerian tergambar dengan banyaknya pasien yang tidak tertolong karena rumah sakit penuh, rebutan oksigen, sampai dengan rumah kremasi yang tidak henti-hentinya membakar mayat penderita COVID-19. Data menunjukkan sudah 20 juta orang terinfeksi dengan kasus harian mencapai 400 ribu terkonfimasi positif, jumlah yang meninggal 3-4 ribu orang/hari.

Apa penyebab sunami COVID-19 di India?

Banyak pihak mengatakan bahwa kegiatan keagamaan Kumb Mela yaitu ritual mandi di sungai Gangga yang dihadiri jutaan manusia menjadi faktor utama meledaknya COVID-19 di sana 

Tetapi berdasarkan pendapat beberapa epidomolog terkemuka di sana, tsunami COVID-19 di India terjadi karena longgarnya penerapan protokol kesehatan oleh warga. Pemerintah dan warga India sudah sangat percaya diri terbebas dari COVID-19, apalagi berdasarkan capaian vaksinasi COVID-19, India sebagai salah satu negara produsen vaksin COVID-19 sudah mampu memvaksin 100 juta warganya. Hebat kan? Dan mereka terlena.

Apakah tsunami COVID-19 bisa terjadi di Indonesia?

Sangat mungkin tsunami COVID-19 terjadi di Indonesia. Indonesia dan India mempunyai karakteristik yang sama, padat penduduknya dan sama-sama rendah kesadaran penerapan protokol kesehatan.

Apalagi sekarang momentumnya hampir sama dengan yang terjadi di India. Umat Islam yang merupakan mayoritas di Indonesia akan segera merayakan lebaran, sehingga pasar, toko-toko dan pusat perbelanjaan sangat ramai dan rata-rata abai dari penerapan protokol kesehatan.

Masyarakat juga menyambut Idul Fitri dengan Sholat Idul Fitri dan tradisi silaturahim ke kerabat, keluarga dan tetangga, yang dipastikan ada interaksi massif di Masyarakat.

Katanya Masjid-masjid menerapkan protokal kesehatan yang ketat? Itu cuma di berita dan masjid yang dikelola negara, yang lain sudahlah jangan terlalu banyak berharap. 

Hari ini saja, terdengar kabar setidaknya ada 4 kluster penyebaran virus COVID-19 dari jamaah tarawih di Sragen, Klaten, Banyumas dan di Banyuwangi yang 6 orang jamaah meninggal dunia.

Lalu di mana satgas Jogo Tonggo atau Satgas Desa Aman? Satgas-satgas tersebut tidak punya nyali dan kekuatan moral untuk "menertibkan" kegiatan keagamaan, karena malah bisa di cap macam-macam. 

Catat, sekarang kalau kita memakai masker di keramaian, seperti buka bersama, hajatan, arisan, justru dianggap aneh dan tidak lepas dari tatapan sinis. Wow....

Pemerintah juga sudah melarang mudik?

Tidak ada efektifitas larangan mudik, karena yang tidak berani mudik paling hanya ASN atau pekerja kantoran yang memang dibatasi waktu liburnya. Sudah disekat diperbatasan? Aparat juga manusia biasa yang punya rasa capek dan lelah sehingga tidak bisa 24 jam melakukan penyekatan.

Kuncinya dikembalikan ke masing-masing individu, agar menerapkan protokol kesehatan, Pemerintah sudah maksimal memberi sosialisasi dan melaksanakan pencegahan.

Mari berdoa semoga tsunami COVID-19 tidak terjadi di Indonesia, kalaupun terjadi ya harus dihadapi karena memang sebagian besar kita tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan, tapi ngeri sekali.... (SA)

 

Keterangan : Foto dok Istimewa, mungkin mengandung unsur ketidakpatutan, hanya untuk pembelajaran supaya kita selalu menjaga protokol kesehatan.

*


Dipost : 09 Mei 2021 | Dilihat : 723

Share :