Johorejo - Anomali

Anomali

repro liputan6.com

KENDAL, Kamis, 26 Mei 2022.

Oleh : Sukron Adin

Beberapa waktu lalu saya sempat berbincang ringan dengan teman yang menyempatkan diri menyambangi tempat kerja saya di Balai Desa Johorejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.

Suasananya sedang cerah tetapi setiap sore hujan sangat lebat dalam beberapa hari terakhir. Entah darimana pembicaraan dimulai, teman saya berbicara tentang Petani yang kesulitan menentukan musim tanam gegara anomali cuaca.

Seketika pikiran usil saya muncul dan seketika itu pula saya berceletuk, "kalau saya malah lebih pusing menjawab pertanyaan anak saya yang selalu menanyakan mengapa sudah bulan Mei masih musim penghujan, padahal di buku pelajaran musim penghujan dari bulan Oktober sampai dengan bulan April".

Seketika tawa meledak dari teman saya, mungkin dia tidak menyangka saya membelokkan pembicaraan serius dia ke arah yang tidak terduga-duga.

Pembicaraan kita mulai kembali ke arah serius ketika membicarakan minyak goreng, saya mengatakan sedang bingung dengan kebijakan pemerintah, mengapa melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya, pasti nanti yang kena Petani, harganya anjlok, tidak mungkin Pengusaha akan rugi.

Sekonyong-konyong tanpa disadari pembicaraan kita beralih ke topik padi dan beras, yang sekarang harganya betul-betul "dijaga" Pemerintah agar stabil yang dampaknya harga di tingkat Petani sangat rendah, ujung-ujungnya Petani malas menanam padi.

"Begitulah, nanti jika kondisi stok dalam negeri kosong, impor akan jadi andalan", sungut teman saya.

Ya... impor adalah jalan cepat dan mudah untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, termasuk di dalamnya padi dan beras.

Yang pasti harga beras impor lebih mahal daripada beras lokal. Ya... kesannya untuk impor beras yang mahal pemerintah tidak masalah daripada membeli mahal beras milik Petani lokal. 

Pemerintah enggan berpihak kepada Petani dengan memberi harga yang baik, bahkan cenderung menekan harga serendah-rendahnya, "hanya" demi menjaga stabilitas harga beras. "Katanya untuk melindungi konsumen beras", kata teman saya.

Problemnya Petani padi di Indonesia selain produsen juga konsumen, sehingga betul-betul tidak cukup adil mendapat proteksi dari Pemerintah khususnya harga, padahal harga pupuk sudah melambung 200%.

Saya hanya bergumam di dalam hati, selamat datang senjakala untuk petani padi, dengan kondisi sekarang sepertinya mereka akan segera meninggalkan padi sebagai komoditas pertanian mereka, karena Pemerintah abai dengan kebutuhan Petani.

Berkaca dari persoalan minyak goreng dan padi, tampak sekali Pemerintah kurang berpihak kepada Petani, dengan dalih demi menjaga harga pasar.

Harga pasar memang harus dijaga tetapi petani jangan dibuat kapok untuk bertani gegara harga Komoditasnya rendah.

Sampai detik ini saya juga belum paham dengan arah kebijakan pemerintah untuk para petani. Padahal Petani hanya butuh apa yang mereka tanam dapat terjual dengan harga yang lebih tinggi dari modal tanam, tetapi untuk itu saja Pemerintah belum memberikan perhatian yang cukup.

Seketika pembicaraan kita terhenti karena sudah dzuhur dan saya harus segera mendatangi undangan resepsi pernikahan. 

 

Penulis adalah Mantan Petani dan Sekretaris Desa Johorejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal. 


Dipost : 26 Mei 2022 | Dilihat : 494

Share :