Kegagapan masyarakat menghadapi musibah dan bencana menjadi fokus perhatian dari para pemangku kepentingan, antara lain PMI Cabang Kendal dan Pemerintah Kecamatan Gemuh. Belajar dari kasus musibah kebakaran di Desa Johorejo dan rumah roboh di Desa Krompaan menurut Anton Munajat, Kasie Pemberdayaan Kecamatan Gemuh, bahwa masyarakat dan Pemerintah Desa ternyata masih bingung apa yang harus dilakukan saat terjadi musibah atau bencana, kemana harus melapor, apa yang harus disiapkan dan apa yang harus dikerjakan. Untuk itulah perlu edukasi kepada masyarakat serta Pemerintah Desa agar selalu siap ketika lingkungannya terkena musibah atau bencana, hal tersebut dikatakanya saat menjadi keynote speech dalam acara pelatihan sekaligus pembentukan relawan siaga bencana berbasis masyarakat (Sibat) di Pendopo Kecamatan Gemuh oleh PMI Cabang Kendal beberapa hari lalu.
Masih menurut Anton, Gemuh adalah daerah yang spesifik, khusus untuk daerah selatan pasti ada laporan bencana setiap tahunnya, yaitu air masuk ke permukiman alias banjir, sedangkan daerah utara laporannya biasanya musibah kebakaran, baik kebakaran rumah maupun lahan, belum lagi masalah rumah roboh yang kebanyakan menimpa warga tidak mampu yang berusia lanjut. Untuk itulah dia mendukung adanya relawan siaga bencana yang berbasis masyarakat (Sibat) sehingg bisa melakukan penanganan secara dini musibah atau bencana yang terjadi.
Keberadaan Sibat, nantinya akan signifikan peranannya, sebagaimana diungkapkan Nur Hadi, Sekretaris PMI Cabang Kendal, menurutnya Sibat akan dikondisikan, kemudian akan dilibatkan penuh, dan berperan dalam setiap bencana atau musibah khususnya di Kabupaten Kendal. Dalam kesempatan pelatihan Sibat Kecamatan Gemuh ini, Nur Hadi mengingatkan peserta untuk memahami dan menguasai persoalan bencana, baik sebelum bencana atau pra bencana, kemudian ketika terjadi bencana dan setelah terjadi bencana.
Masih menurutnya, bencana tidak hanya bencana alam tetapi juga bencana sosial, untuk bencana sosial kita harus mewaspadai segala gejala sosial, begitu juga untuk bencana alam, semisal untuk tanah longsor waspadai tanda-tanda alam, tanah rekahan, dan lain sebagainya sehingga siap menghadapi bencana, sehingga tidak ada kesan terlambat mengatasi bencana. Kemudian dia berharap agar "virus" Sibat ini bisa ditularkan ke Desa kepada Karang Taruna, Ibu Ibu PKK dan kelompok pemuda.
Muhamad Nur Fathoni, Kepala Markas PMI Cabang Kendal, menjelaskan hubungan Sibat dengan PMI, menurutnya PMI terdiri dari 3 unsur yaitu Pengurus, Karyawan dan Relawan. Relawan PMI ada tingkatan, Pertama Palang Merah Remaja (PMR), yang di sana diajari 7 materi pokok. PMR untuk tingkat SD s.d. SMA, tingkatan yang kedua yaitu Kelompok Suka Rela (KSR), relawam KSR diajari 12 materi pokok, biasanya berada ditingkat perguruan tinggi. Terakhir tingkat ketiga yaitu Tenaga Suka Rela (TSR), dan Sibat masuk di TSR.
Akhmad Faizin, relawan PMI, menjelaskan relawan Sibat dari berbagai unsur dan profesi, seperti wiraswasta, ustadz, guru, perangkat desa, kades dan lain sebagainya. Sibat tidak hanya mengurusi bencana atau musibah ansich, tetapi juga proses proses lain yang tidak melulu pada proses evakuasi semata.
Pelatihan yang diikuti 25 peserta dari empat Desa, Sojomerto, Triharjo, Pamriyan dan Johorejo diisi dengan simulasi pemahaman lingkungan berupa keadaan desa, peta desa, potensi potensi kerawan Desa dan lain sebagainya dilanjutkan dengan simulasi manajemen bencana khususnya pada masa tanggap darurat, acara diakhiri dengan pengukuhan relawan Sibat Gemuh yang ditandai dengan pemakaian rompi Sibat secara simbolis. (SA)
Dipost : 28 Oktober 2019 | Dilihat : 803
Share :