repro qureta.com
Oleh : Sukron Adin
KENDAL, Rabu, 2 Maret 2022.
Di awal tahun 2022 bangsa ini direpotkan dengan kegaduhan tak kunjung berhenti, bahkan seperti berseri dari satu peristiwa ke peristiwa lain tidak ada putusnya. Belum selesai kegaduhan satu muncul kegaduhan yang lain
Yang paling anyar adalah kegaduhan atas usulan penundaan pemilu. Pro kontra antar para tokoh politik tersaji ke publik. Di media mainstream seperti televisi dan koran, perbedaan pandangan masih dikelola dengan baik, tetapi tidak di dunia maya, serang menyerang opini sudah sedemikian tajam.
Sebelumnya, yang lebih ramai adalah kontroversi pengaturan pengeras suara melalui Surat Edaran Menag Nomor 5 Tahun 2022, dipelintir menjadi larangan adzan, bahkan pernyataan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas yang memberi penjelasan soal SK digoreng seolah-olah menganalogikan adzan dengan suara anjing padahal sang menteri sedang berbicara soal suara-suara yang mengganggu.
Tak kurang sebelumnya, keluarnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) juga ditanggapi ramai oleh elemen buruh dan oposan. Di narasikan seolah-olah Pemerintah tidak peka dengan nasib buruh karena JHT baru bisa diambil setelah berusia 60 tahun, bagaimana dengan pekerja yang di PHK?.
Padahal kalau kita telaah, pada saat yang sama pemerintah juga mengeluarkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, sehingga pekerja lebih diuntungkan. Jika mereka di PHK maka akan mendapat pesangon dari perusahaan sesuai ketentuan Undang-undang, Uang Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan tentunya JHT yang bisa diambil nanti di usia 60 tahun yang jumlahnya akan berlipat-lipat.
Kegaduhan-kegaduhan tersebut belum menghitung ribut-ribut soal wayang haram sampai dengan ucapan Kalimatan tempat Jin buang anak. Ini semua harus segera dihentikan, dan ke depannya harus diminimalisir karena akan membuat pengap ruang informasi publik. Publik di saat ini harusnya lebih banyak mendapat informasi tentang Covid-19, program pemerintah dan informasi penting lainnya.
Literasi masyarakat harus ditingkatkan, mereka harus lebih banyak membaca sekaligus meninggikan tepa sliro (mau memahami orang lain) sehingga ketika berpendapat lebih santun.
Pemerintah juga lebih tegas untuk menegakkan hukum, sehingga bisa menjadi efek jera. Semoga.
Dipost : 02 Maret 2022 | Dilihat : 964
Share :