johorejo.desa.id. Rabu, (10/2/2021)
Menteri Dalam Negeri, telah mengeluarkan Instruksi Mendagri Nomor 03 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penangan Corono Virus Desease 2019 Di Tingkat Desa dan Kelurahan Untuk Pengendalian Corona Virus Desease 2019. Instruksi yang ditujukan kepada Gubernur dan Walikota/Bupati di Provinsi DKI, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Bali menyebutkan bahwa PPKM Mikro berlangsung dari tanggal 9 - 22 Februari 2021.
Dalam instruksi tertanggal 5 Februari 2021, Mendagri meminta untuk melaksanakan PPKM Mikro dengan mempertimbangkan kriteria zonasi pengendalian wilayah sampai dengan tingkat RT dengan kriteria antara lain :
a. Zona Hijau dengan kriteria tidak ada kasus COVID-19 di satu RT
b. Zona Kuning dengan kriteria jika ada 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT dalam 7 (tujuh) hari terakhir
c. Zona Oranye dengan kriteria jika ada 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) rumah dengan konfirmasi positif dalam satu RT dalam 7 (tujuh) hari terakhir
d. Zona Merah dengan kriteria jika ada lebih dari 10 (sepuluh) rumah dengan konfirmasi positif dalam satu RT dalam 7 (tujuh) hari terakhir
Keempat kriteria zonasi di atas juga memuat skenario pengendalian sebagaimana dijelaskan di Inmendagri No. 03 Tahun 2021 tersebut.
Gayung bersambut, Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi juga mengeluarkan Instruksi Menteri Desa, PDTT No. 1 Tahun 2021 tentang Penggunaan Dana Desa Tahun 2021 Dalam Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala Mikro di Desa. Hal yang menarik terdapat pada point empat, bahwa kegiatan PPKM Mikro meliputi edukasi pencegahan, pembinaan untuk meningkatkan kedisiplinan, membantu 3 T (Testing, Tracing, Treatment) oleh Pemda, Membentuk Pos Jaga dan kegiatan lainnya khas pencegahan COVID-19 seperti penyemprotan disinfektan, penyiapan tempat cuci tangan dan seterusnya.
Pelaksanaan PPKM Mikro juga diperkuat dengan Surat Dirjen Perimbangan Keuangan No. SE-2/PK/2021 tentang Penyesuaian Penggunaan Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 untuk penanganan pandemi Corona Virus Desease 2019, ketentuan yang ada hubungannya dengan Desa pada huruf C, Bahwa Dana Desa Tahun 2021 dalam rangka pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro di desa, Dana Desa ditentukan penggunaannya (earmarked) antara lain: a. Bantuan Langsung Tunai Desa; dan
b. paling sedikit sebesar 8% (delapan persen) dari Dana Desa yang diterima oleh masing-masing Desa untuk kegiatan penanganan pandemi COVID-19 yang merupakan kewenangan desa antara lain untuk aksi desa aman COVID-19 dan satuan tugas desa aman COVID-19.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah :
1. Apakah ada petunjuk teknis tentang PPKM Mikro?
2. Menteri Desa PDTT mengintruksikan penggunaan Dana Desa untuk melaksanakan PPKM Mikro baik dalam bentuk kegiatan penyuluhan, belanja modal dan pendirian pos jaga, lalu bagaimana dengan belanja honor semisal untuk penjaga pos? Mendes PDTT selama ini tidak mengizinkan Dana Desa untuk honorarium?
3. Apakah ada konsistensi SE Kementerian Keuangan perihal penggunaan Dana Desa untuk PPKM Mikro? karena kemungkinan PPKM Mikro akan sangat berlarut dan akan ada PPKM Mikro jilid jilid berikutnya jika kasus COVID-19 tidak kunjung turun.
Tidak ada alasan apapun untuk tidak melaksanakan ketiga instruksi dan edaran dari Menteri terkait sebagaimana telah disebut di atas, tetapi setidaknya ada beberapa hal yang patut diperhatikan.
Pertama, PPKM Mikro sebenarnya istilah baru tetapi rasa lama, jika PPKM biasanya berbasis Provinsi kemudian Kabupaten/Kota maka PPKM Mikro berbasis RT. Yang mencolok dari Instruksi Mendagri dan Instruksi Mendes PDTT adalah pendirian posko jaga dan pembatasan aktifitas masyarakat di skala mikro (RT) sampai dengan pukul 20.00. Adakah petunjuk teknis PPKM Mikro dari Gubernur dan atau Bupati/Walikota? karena jika hanya berkaca dari dua intruksi Menteri di atas, pelaksanaan PPKM Mikro tidak ada bedanya dengan penanganan COVID-19 yang selama ini dilaksanakan oleh Desa. Desa tidak ingin ada persoalan dikemudian hari hanya karena tidak ada petunjuk teknis yang tegas, pengalaman tahun 2020 masing-masing Desa mengambil cara yang berbeda dalam pencegahan COVID-19, dari yang standar saja (penyuluhan, pembagian masker, penyemprotan, pemberian alat cuci tangan dan lainnya) sampai dengan pencegahan yang bersifat ekstrim seperti memasang portal di masing-masing gang sehingga mengganggu aktifitas masyarakat.
Kedua, Yang menarik dari penerapan PPKM Mikro adalah pendirian pos jaga setiap RT, persoalannya adalah jika pendirian pos jaga boleh dibiayai Dana Desa bagaimana dengan petugas pos jaganya? Selama ini Kementerian Desa dan PDTT melarang penggunaan Dana Desa untuk hononarium, apakah pos jaganya dibiayai Dana Desa sedangkan petugasnya diberi honor dari sumber yang lain? Iya kalau ada dana dari sumber lain, kalau tidak ada apakah cukup mendirikan pos jaga saja, tidak perlu ada petugasnya, hal ini perlu solusi, jangan sampai Desa dipaksa "berakrobat" anggaran.
Ketiga, Perlu konsistensi regulasi dari pengampu kepentingan khususnya Kementerian Keuangan agar Desa tidak tergagap gagap karena regulasinya sering berubah. Contoh pengalaman tahun 2020, Kementerian keuangan mengeluarkan PMK No. 205/PMK.07/202 tentang Pengelolaan Dana Desa, memerintahkan Desa untuk menganggarkan BLT Desa selama 3 (tiga) bulan dengan pemberian dana bagi KPM Rp.600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) per bulan. Tidak cukup itu, kemudian muncul PMK No. 40/PMK.07/2020 yang kembali memerintahkan Desa untuk menambah pemberian BLT Desa selama 3 (tiga) bulan lagi dengan besaran BLT nya RP.300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) dan terakhir juga merubah lagi dengan PMK No. 50/PMK.07/2020 yang berisi perintah untuk melaksanakan BLT Desa selama 9 (sembilan) bulan, walhasil tidak semua Desa dapat melaksanakannya karena anggarannya sudah habis. Inilah yang dimaksud dengan konsistensi, mungkin akan dibantah jika sekarang kondisi darurat sehingga kebijakan atau regulasi bisa berubah sewaktu-waktu, regulasi silahkan berubah-ubah menyesuaikan keadaan tetapi jangan jadikan Desa sebagai pihak yang terkesan disalahkan.
Contoh yang paling aktual dengan diundangkannya PMK No. 222/PMK.07/2020 Desa yang tidak melaksanakan BLT Desa selama 9 (sembilan) bulan diminta membuat Perkades tentang tidak cukupnya Dana Desa untuk melaksanakan BLT Desa selama 9 (sembilan) bulan, ditambah kemungkinan pemberian sanksi pada tahun anggaran berikutnya. Ini mengesankan Desa adalah pihak yang tidak becus bekerja. Semoga dalam pelaksanaan PPKM Mikro, Desa tidak dalam posisi demikian.
Wallahualam bi shawab.
Sukron Adin, Sekretaris Desa Johorejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal
Dipost : 10 Februari 2021 | Dilihat : 1143
Share :