Johorejo - Kartini, Perjuangan Dan Lompatan Yang Tinggi

Kartini, Perjuangan Dan Lompatan Yang Tinggi

gambar Kompas.com

KENDAL, Jumat, 21 April 2023.

Hari ini tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini, merujuk pada tanggal lahir Pahlawan Nasional wanita kelahiran Mayong Jepara, R.A. Kartini (21 April 1879), putri dari bangsawan Jepara R.M  Sosrodinigrat dan Nyai Mas Ngasirah. Setelah menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, R.A. Kartini menetap di Rembang sampai dengan wafatnya dan dimakamkan di sana.

Tahun 2023 ini, momentum peringatan Hari Kartini mungkin tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya karena waktunya mepet dengan Hari Raya Idul Fitri serta libur sekolah. Biasanya anak sekolah dan guru-guru serta masyarakat umum terlibat dalam kemeriahan peringatan Hari Kartini dengan memakai kebaya atau baju tradisional dan melakukan kegiatan unik lainnya seperti karnaval atau sejenisnya.

Tapi sudahlah, itu hanya soal seremonial semata yang terpenting adalah bagaimana kita tetap menangkap spirit perjuangan Kartini sebagai pahlawan yang memperjuangkan emansipasi wanita.

Berbicara soal emansipasi wanita, saya teringat ketika teman saya mempertanyakan "kelayakan" R.A. Kartini mendapat gelar pahlawan nasional.

Dia mengatakan, mengapa kita harus mengidolakan pejuang wanita bernama Kartini? Tidakkah, banyak pejuang wanita yang lebih "pantas" disebut sebagai pahlawan, kemudian dia menyebut nama-nama seperti Cut Nya' Dien, Cut Meutia, Laksana Malahayati sampai dengan Ratu Kalinyamat dari Jepara.

Dia beralasan bahwa nama-nama yang dia sebut lebih pantas diberi gelar pahlawan karena perjuangannya lebih "keras" dan "berdarah-darah" dibanding Kartini, terlebih Kartini juga tidak begitu lama berjuang karena meninggal diusia muda (25 tahun). Kartini disebutnya juga tidak lebih Islami dari para pejuang wanita tersebut 

Tak banyak bantahan yang keluar dari mulut saya, saya tahu perspektif yang dia pakai terlalu subjektif, sehingga tidak ada gunanya memberi argumentasi kepada seseorang yang jalan pikirinnya masih dipenuhi pemikiran subjektif karena pasti akan didebat dan ujung-ujungnya debat kusir.

Pertama saya hanya ingin mengatakan bahwa, gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada seseorang di Indonesia sudah melalui tahapan yang panjang dan penilaian dari tim pemberi gelar dengan seobjektif mungkin sesuai ketentuan perundangan sehingga kalau kita masih memperdebatkan kelayakan, memangnya kita siapa kita?

Kedua, jenis-jenis pahlawan nasional bermacam-macam, ada pahlawan proklamasi (Bung Karno-Bung Hatta), Pahlawan Revolusi (peristiwa G 30 S/PKI), Pahlawan Kemerdekaan dan seterus dan seterusnya.

Dalam konteks ini harus dipahami juga bahwa ada pahlawan yang berjuang secara fisik merebut kemerdekaan ada juga yang berjuang tidak secara fisik. Cut Nya' Dien, Cut Meutia, Laksamana Malahayati adalah pahlawan wanita yang berjuang secara fisik sedangkan R.A. Kartini, Ibu Fatmawati adalah contoh pahlawan yang mempunyai pengaruh besar terhadap perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk kemerdekaan RI tetapi tidak lewat perjuangan di medan pertempuran.

Ketiga, jika R.A. Kartini dianggap "tidak lebih Islami" dibandingkan ketiga pahlawan wanita lainnya tersebut (ini terpaksa saya sebut karena preferensi teman saya memang mengarah kesitu) itupun juga tidak tepat. R.A. Kartini adalah murid dari K.H. Sholeh Darat, seorang ulama yang menjadi Guru ulama-ulama Nusantara seperti K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan K.H. M. Hasyim Asy'ari (pendiri NU), kurang apalagi keislaman R.A. Kartini?

Apakah karena kegelisahan R.A. Kartini tidak bisa mengenyam pendidikan yang cukup akibat terbentur adat dan istiadat priyayi Jawa (dipingit diusia 12 tahun) kemudian melakukan korespondensi dengan beberapa teman wanita dari Belanda (yang paling terkenal dengan Rosa Abendanon) sehingga dicap tidak Islami?

Justru kemudian, dari korespondensi tersebut membuka mata kita tentang pentingnya pendidikan bagi kalangan wanita. Perlu diingat perjuangan R.A. Kartini tidak sekedar korespondensi saja, dia tidak berpangku tangan, demi mewujudkan cita-citanya, wanita mendapatkan pendidikan yang serta dengan laki-laki. R.A. Kartini membuka sekolah khusus perempuan di Jepara dengan pengajaran menjahit, menyulam dan memasak kemudian dilanjutkan membuka sekolah khusus putri di Rembang setelah menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat.

Semangat dan daya juang untuk memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi wanita membuka mata Belanda kala itu (tahun 1912 atau 9 tahun setelah wafatnya Kartini tahun 1903) untuk membuka sekolah-sekolah perempuan yang diberi nama Sekolah Kartini.

Jadi, mari kita pahami bahwa label pahlawan nasional tidak semata-mata yang berjuang dengan cara berperang. R.A. Kartini adalah pahlawan yang memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi wanita atau kita kenal emansipasi wanita.

Perjuangannya memang tidak lama karena beliau wafat diusia muda, tetap jejak sejarah dan dampaknya sekarang telah mengubah Indonesia, pemikiranya kala itu melompat melampaui jamannya, hasilnya sekarang para wanita di Indonesia telah melompat tinggi menggapai cita-citanya karena pendidikan.(SA).


Dipost : 21 April 2023 | Dilihat : 820

Share :