KENDAL, Minggu, 5 Desember 2021
Kemarin sore (4/12) Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur mengalami erupsi, menyebabkan 13 orang meninggal dunia, 40 orang mengalami luka bakar, dua diantaranya adalah Ibu hamil. Puluhan rumah, kendaraan bermotor dan sebagainya terkubur lahar dingin yang datang seiring dengan erupsi Gunung Semeru.
Ada pertanyaan yang muncul, mengapa erupsi Gunung Semeru kali ini tidak hanya berupa awan panas saja tetapi berbarengan dengan lahar dingin, biasanya hanya awan panas atau sebaliknya? Surono atau Mbah Rono, ahli kegunungapian, dalam wawancara dengan sebuah televisi swasta mengatakan bahwa yang terjadi di Gunung Semeru adalah erupsi yang disertai dengan adanya curah hujan yang sangat tinggi di puncak Semeru, sehingga selain erupsi berupa awan panas, lahar ikut terbawa air.
Baca Juga : Memasuki Desember Hati-Hati Bencana Hidrometeorologi
Yang patut diapresiasi adalah beberapa pihak antara lain Badan Nasional Penanggulangan Bemcana (BNPB), Kementerian ESDM melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Pemerintah Pemerintah Daerah Jawa Timur dan Lumajang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur dan Lumajang, TNI dan Polri, relawan-relawan kebencanaan, sangat sigap dan cepat dalam penanganan bencana.
(Menengok ke belakang) pasca tsunami Aceh tahun 2004, Pemerintah belajar banyak soal kesiapsiagaan bencana. BNPB dan BPBD serta relawan-relawan kebencanaan adalah buah perhatian pemerintah dalam upaya kesiapsiagaan bencana.
Tahapan-tahapan penanggulangan bencana sudah berjalan dengan sistematis dan baik, kita akrab dengan istilah masa tanggap darurat, masa rehabilitasi hingga masa rekonstruksi.
Pihak-pihak sebagaimana disebut di atas, BNPB dan lainnya sangat fasih menjalankan skenario penanggulangan bencana.
Persoalannya di mana posisi Pemerintah Desa?
Pemerintah Desa selama ini tidak tersorot mempunyai kontribusi dalam penanggulangan bencana. Pemerintah Desa memang tidak memiliki tupoksi langsung dengan kebencanaan tetapi juga tidak memiliki kapasitas serta tidak terlatih menangani bencana, padahal Pemerintah Desa adalah subjek terpenting di Desa. BNPB dan relawan-relawan bencana pasti dibatasi waktu dalam melaksanakan operasi kemanusiaannya, setelah semuanya pergi, tanggungjawab kembali ke Pemerintah Desa.
Baca Juga : REKONSTRUKSI RUMAH KORBAN KEBAKARAN DESA JOHOREJO KECAMATAN GEMIUH
Pengalaman di Desa Johorejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal pada tahun 2019 saat terkena musibah kebakaran, 9 rumah hangus terbakar. Pemerintah Kabupaten melalui BPBD, Dinsos dan relawan-relawan menjalankan masa tanggap darurat selama tiga hari dan pendampingan kepada Pemerintah Desa selama seminggu. Maka di sini penting sekali Pemerintah Desa memiliki kemampuan, manajemen dan kesiapsiagaan bencana, sehingga setelah ditinggal pihak-pihak terkait, bisa menjalankan tahapan penanggulangan bencana berikutnya.
Pemerintah Desa beserta seluruh elemen masyarakat desa harus dilatih oleh instansi terkait soal kesiapsiagaan bencana, sehingga memiliki kesadaran kolektif soal bencana dan mempunyai kemampuan manajerial dan kemampuan teknis soal bencana.
Mari kita kampanyekan Desa siap siaga bencana karena ini tanggung jawab kita semua. (SA).
Dipost : 05 Desember 2021 | Dilihat : 749
Share :